Kita pasti sering mendengar kata telematika??? Di
perkembangan zaman yang telah maju di bidang Teknologi Informasi (IT) begitu
pula dengan Teknologi telematika, sebelum kita membahas lebih jauh tentang
telematika kita harus tau arti telematika itu sendiri, telematika merupakan
singkatan dari Telekomunikasi melaui media Informatika.
A.Sejarah Telematika
Istilah telematika pertama kali digunakan pada tahun 1978
oleh Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya L’informatisation de la Societe.
Istilah telematika yang berasal dari kata dalam bahasa Perancis telematique
merupakan gabungan dua kata telekomunikasi dan informatika. Pengertian
Telematika sendiri lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan
penggunaan komputer dalam sistem telekomunikasi. Yang termasuk telematika ini
adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan yang didasarkan
pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet sendiri merupakan
salah satu contoh telematika. Menurut Wikipedia, istilah telematika ini sering
dipakai untuk beberapa macam bidang.
Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang
dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and
Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang
berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan
menggunakan peralatan telekomunikasi. Secara umum, istilah telematika dipakai
juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global
Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi
komunikasi berpindah (mobile communication technology). Secara lebih spesifik,
istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles
dan vehicle telematics).
B.Pengertian Telematika
Telematika merupakan teknologi komunikasi jarak jauh, yang
menyampaikan informasi satu arah, maupun timbal balik, dengan sistem digital.
pengertian Telematika sendiri lebih mengacu kepada industri yang berhubungan
dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Yang termasuk dalam
telematika ini adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan
yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet
sendiri merupakan salah satu contoh telematika. Telematika menunjuk pada
hakikat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan
dan konvergensi telekominikasi, media, dan informatika. Dalam Pengantar pada
Mata Kuliah Hukum Telematikan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dinyatakan
bahwa istilah telematika merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi
telekomunikasi, media, dan informatika yang semula masing-masing berkembang
secara terpisah. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada
perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi.
Para praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah singkatan
dari TELECOMMUNICATION and INFORMATICS sebagai wujud dari perpaduan konsep
Computing and Communication. Istilah Telematics juga dikenal sebagai “the new
hybrid technology” yang lahir karena perkembangan teknologi digital.
Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika
menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah konvergensi.
C.Fungsi Telematika
Selaras dengan pengertian telematika sebagai sarana
komuikasi jarak jauh, maka fungsi dari telematika antara lain :
1. Penyampai informasi. Telematika digunakan sebagai
penyampai informasi agar orang yang melakukan Komunikasi menjadi lebih
berpengetahuan dari sebelumnya. Bertambahnya pengetahuan manusia akan
meningkatan keterampilan hidup, menambah kecerdasan, meningkatkan kesadaran dan
wawasan.
2. Sarana Kontak sosial hidup bermasyarakat. Interaksi
sosial menimbulkan kebersamaan; keakraban, dan kesatuan yang akan melahirkan
kerjasama. Telematika menjadi penghubung diantara peserta kerjasama tersebut,
walaupun mereka tersebar dimana-mana. Telematika menjembatani proses interaksi
sosial dan kerjasama sehingga menghasilkan jasa yang memiliki nilai tambah
dibanding hasil perseorangan
D.Perkembangan Telematika Di Indonesia
Peristiwa proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi
masyarakat Indonesia, dan sekaligus menempatkannya pada situasi krisis jati
diri. Krisis ini terjadi karena Indonesia sebagai sebuah negara belum memiliki
perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan. Situasi itu menjadi ‘bahan
bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun 50-an dan 60-an.
Di awal 70-an, ketika kepemimpinan soeharto, orientasi pembangunan bangsa
digeser ke arah ekonomi, sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun
50-an belum mencapai tingkat kematangan.
Dalam latar belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan
informasi, mulai dari radio, telegrap, dan telepon, televise, satelit
telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat multimedia tampil dan
berkembang di Indonesia. Perkembangan telematika penulis bagi menjadi 2 masa
yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.
1. Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan
teknologi komunikasi di Indonesia masih terbatas pada bidang telepon dan radio.
Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong oleh kebutuhan yang
mendesak akan adanya alat perjuangan di masa revolusi kemerdekaan tahun 1945,
dengan menggunakan perangkat keras seadanya. Dalam situasi demikian ini para
pendiri RRI melangsungkan pertemuan pada tanggal 11 September 1945 untuk
merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana komunikasi antara pemerintah
dengan rakyat, dan antara rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting
sehingga anggaran pemerintah untuk membangun telekomunikasipun masih kecil
jumlahnya. Saat itu, telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan
Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI
merupakan operator tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu bermunculan
radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970
yang mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi
pertelekomunikasian Indonesia, para ahli teknologi masih menggeluti teknologi
sederhana dan “kuno”. Misalnya saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral
telepon yang manual, teknik radio High Frequency ataupun saluran kawat terbuka (Open
Were Lines). Pada masa itu, banyak negara pemberi dana untuk Indonesia –
termasuk pendana untuk pengembangan telekomunikasi, menghentikan bantuannya.
Hal itu karena semakin memburuknya situasi dan kondisi ekonomi dan politi di
Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang
masih bersikap setia dan menaruh perhatian besar pada bidang telekomunikasi
Indonesia, dan menyediakan dana walau di masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu
pengembangan telekomunikasi masih difokuskan pada pengadaan sentra telepon,
baik untuk komunikasi lokal maupun jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia
saat itu belum memiliki satelit. Sentral telepon beserta perlengkapan hubungan
jarak jauh ini diperoleh dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli
produk yang sama, dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada
pilihan lain bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan setelah di tahun
1967/1968 mengalir pinjaman-pinjaman ke Indonesia, baik bilateral ataupun
pinjaman multilateral dari Bank Dunia, melalui pinjaman yang disepakati IGGI.
Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian teknologi
telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di negeri ini. Peda dasarnya
kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables, carries yang
sudah lazim kita pakai sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya
satelit yang semula hanya dimaksudkan sebagai perlengkapan bagi penyelenggara
Asian Games IV di Jakarta. Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17
Agustus 1962 yang menyiarkan upacara peringatan kemerdekaan RI dari Istana
Merdeka melalui microwave. Dan pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI bisa
menyiarkan upacara pembukaan Asian Games, dan tanggal itu dinyatakan sebagai
hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November
1962 untuk pertama kalinya TVRI memberanikan diri melakukan siaran langsung
dari studio yang berukuran 9×11 meter dan tanpa akustik yang memadai. Acaranya
terbatas, hanya berupa permainan piano tunggal oleh B.J. Supriadi dengan
pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan
TVRI dijelaskan dengan pembentukan Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963
tertanggal 20 oktober 1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat
hubungan masyarakat (mass communication media) dalam pembangunan
mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara Indonesia serta
pembentukan manusia sosialis Indonesia pada khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang
penyiaran televise.
Jadi sebelum satelit palapa mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi
yang bersifat terestrial, yakni yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan.
Telekomunikasi seperti ini tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui
penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi Kabel Laut) yang mahal dan sulit
dipergunakan.
2. Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran satelit bagi telekomunikasi
domestik di Indonesia bisa ditelusuri asal muasalnya dari sebuah konferensi di
Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST (World Administrative Radio Confrence on
Space Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan pila pameran dari
perusahaan raksasa pesawat terbang Hughes. Perusahaan inilah yang mengusulkan
ide pemanfaatan satelit bagi kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut
disambut oleh Suhardjono yang berlatar belakang militer dan membawa masalah
satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah
peluncuran satelit ini juga diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan
antara Indonesia dengan negara- negara lain sudah mulai bersahabat. Di sisi
lain, satelit memungkinkan penyebaran luas ideologi negara ke masyarakat luas
melalui TV, satelit juga menguntungkan secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat
berlangsung dengan mudah. Ini berlaku untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan
di Dili. Peluncuran satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus
1976 pada panel peluncuran terdapat 3 orang Indonesia dan perwakilan dari
perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh
presiden Soeharto di Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu-
satunya proyek teknologi yang mendapat tempat terhormat di gedung Parlemen.
Namun peluncuran satelit itu merupakan kebijakan nasional yang gagasan awalnya
dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah
mengalami ancaman perpecahan. Untuk mempersatukan tanah air yang sangat luas
ini diperlukan sarana perhubungan yang mencakup seluruh wilayah nusantara.
Proses kelahiran satelit ini hanya melibatkan sedikit teknokrat dan teknolog
yang berpihak pada kepentingan Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi
satelit, muncullah sejumlah perusahaan yang bergerak dalam produksi
perlengkapan terkait, seperti RFC (milik Iskandar Alisjahbana), LEN (milik
Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek bisnis di dunia telekomunikasi mencuat.
Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan layanan, sementara pengembangan
teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat
kebutuhan telekomunikasi melonjak secara drastis. Untuk memenuhi kebutuhan
telepon yang melonjak, disadari pemerintah perlunya perubahan regulasi, yang
kemudian membuahkan UU no. 3 tahun 1989 tentang pengertian telekomunikasi yang
diperluas hingga mencakup alat pengiriman data seperti facsimile dan telex, dan
lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai
badan penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan seluruh jejaring dan
layanan jasa. Dampak positif dari berlakunya UU tersebut adalah mulai masuknya
pihak-pihak swasta dengan modal yang besar, walaupun dalam skala usaha yang
terbatas.
Mereka datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli,
manajemen yang baru. Ini semua kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam
penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing
dalam pengadaan dana, teknologi dan menejemen, perkembangan teknologi
telekomunikasi berkembang dengan pesat. Hal ini terjadi sekitar tahun 1990-an
dan dampaknya terlihat mulai tahun 1991 khususnya terlihat jelas bahwa
jangkauan telekomunikasi di Indonesia menjadi bertambah luas.
Perkembangan teknologipun berkembang pesat, mulai dari
pesawat telepon manual ke otomatis, dan dari analog menjadi digital. Pada
gilirannya perkembangan ini menuntut adanya pengaturan infrastruktur dan
standarisasi peralatan. Tak lama kemudian masuklah teknologi
mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya
usaha-usaha yang tidak hanya menyediakan layanan atau jejaring saja, melainkan
juga membangun pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik
untuk dicatat bahwa di era serbuan bisnis telekomunikasi itu, ternyata kaidah
dan aturan bisnis professional tidak sepenuhnya diikuti.
Sementara itu faktor politik tampaknya justru mengambil
peranan penting. Kala itu terjadi campur tangan bisnis dari “Keluarga Cendana”
yang mengambil peranan sebagai mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian
diikuti oleh krono-kroni mereka seperti Liem Sio Liong melalui “Sinar Mas”- nya
dan lain-lain. Di era emas telekomunikasi itu, tumbuh dorongan kuat agar Bank
Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan
Indosat dalam penyelenggaraannya. Dampak dari dorongan ini mencuatnya pandangan
bahwa regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996,
mulailah disusun rencana untuk meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam review ini adalah :
1. Perkembangan teknologi tahun 1995-1996 itu berbeda sekali
dengan di tahun 1990. ini terutama terjadi akibat konvergensi teknologi,
sebagai fungsi dari berbagai jenis jasa berubah dan timbul jasa-jasa baru yang
perlu diakomodasikan. Konvergensi teknologi bahkan memungkinkan teknologi
dipadu dengan broadcasting, sehingga timbullah telematika, teleinformatika,
teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut kebijakan dan peraturan yang
baru.
2. Perkembangan teknologi informasi dan broadcasting itu
ternyata tidak hanya berpengaruh pada masalah politik, dalam artian berita,
tetapi juga iklan yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Lebih jauh lagi
dengan berkembangannya telebanking, telekumunikasi sebelumnya dilihat hanya
sebagai public utility, kini berubah menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi ekonomi menciptakan suasana kompetisi yang
semakin ketat. Ini menuntut penyelenggaraan telekomunikasi dengan kualitas
layanan yang semakin tinggi.
Setelah satelit Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi Indonesia bisa
meliputi seluruh nusantara, dan bahkan ke luar wilayah nusantara. Satelit
telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk telepon tetapi juga
untuk berbagai macam keperluan lain seperti, pengiriman facsimile, telex, dan
pengiriman berbagai informasi dalam bentuk lain termasuk broadcasting. Setelah
perkembangan itu semua terwujud, masyarakat melihat pentingnya peranan
telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.
Nusantara 21
Perkembangan satelit dipacu lebih lanjut dengan
diresmikannya “Nusantara 21” (N21) oleh presiden RI pada tanggal 27 Desember
1996. Menggelindingnya N21 menjadi masukan utama untuk pembentukan Tim
koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Kepres No. 30 tahun 1997. Tugas
TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001 tentang pengembangan dan Pendayagunaan
Telematika di Indonesia adalah :
(1) Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori program
aksi dan inisiatif untuk meningkatkan perkembangan dan pendayagunaan teknologi
telematika Indonesia serta memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya,
(2) Memperkuat kemampuan menggalang sumber daya yang ada di
Indonesia guna mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika, melaksanakan forum untuk membangun
consensus antar pihak-pihak terkait di sector pemerintah dan swasta, serta
akses mengakses pengalaman internasional dalam mengembangkan sistem
infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai oleh Menko Produksi Industri Strategis
(Ginanjar Kartasasmita), wakil ketua Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri
departemen (Menkeu, Menhankam, Menpen, Mendagri, Menperindag, Menaker, dan
Mendikbud) serta lima menteri negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN, Menivest,
Men-PPN).
Visi N21 adalah menyediakan wahana berbasis teknologi
telekomunikasi dan informatika nasional di dalam proses transformasi bangsa
Indonesia dari masyarakat tradisional (traditional society) menjadi sebuah
masyarakat yang berwawasan IPTEK dan berbasis pengetahuan (knowledge based
society).
Konsep N21 merupakan jawaban atas tantangan globalisasi
komunikasi dan informasi berupa jaringan komunikasi terpadu. N21 menggunakan
kerangka pendekatan, antara lain, (a) Memanfaatkan semua teknologi yang dapat
mendukung pembangunan di semua sektor; dan (b) membentuk suatu jaringan maya
informasi atau adi marga informasi (virtual information network atau
anformation superhighway) yang menghubungkan seluruh pelosok tanah air.
Dengan dikembangkannya N21 maka pada tahun 2000 atau
memasuki abad 21 seluruh kecamatan di Indonesia akan mempunyai akses ke semua
teknologi komunikasi dan computer (K-2) dalam suatu jaringan terpadu yang
didukung oleh 11 sistem satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada tiga sistem
satelit yang beroperasi, yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom dengan Palapa B4 dan
B 2R, dan satelindo dengan Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan infrastruktur fiik
mengandung tiga kemungkinan penggunaan, yaitu : (1) Adiguna Marga Kepulauan
(Archipelagic Super Highway), (2) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (3)
Nusantara Multimedia Community Acces Centers ( Pusat Akses Masyarakat
Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi Telematika Nasional secara paripurna
merumuskan cetk biru pengembangan telematika yang mencakup tiga kelompok utama,
yaitu infastruktur, aplikasi, dan sumber daya.
1. Infrastruktur
Menurut Jonathan L.Parapak (Presiden komisaris PT.Indosat)
dalam
http://www.bogor.net,
perkembangan infrastruktur ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
kebijakan nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi
makro, kemampuan para pelaku nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat
beberapa kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang
Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 dan dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan
tentang telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.
Pada tatanan regulasi telah dicapai beberapa perkembangan
penting antara lain dimungkinkannya pern swasta dan masyarakat yang semakin
tinggi dalam pengembangan regulasi yang telah terwujud dalam penetapan tariff
dan interkoneksi standard, dan lain-lain. Pada tatanan penyelenggaraan kondisi
monopoli dan duopoli yang masih menghambat peran swasta dan masyarakat lebih
besar, keadaan ekonomi yang baru tumbuh sangat mempengaruhi daya beli
masyarakat.
Dalam kondisi ini, kelihatannya sasaran pembangunan
infrastuktur baik adimarga informasi, multimedia city akan mengalami penundaan.
Namun demikian perlu dicatat bahwa PT.Telkom telah berupaya membangun
lingkar-lingkar adimarga kepulauan dan infrastruktur multimedia di Jakarta.
Infrastruktur informasi telah maju selangkah dengan beroperasinya satelit
Telkom 1.
Salah satu aspek yang penting adalah pemanfaatan secara
optimal infrastruktur yang ada. Tampaknya perlu dikembangkan kebijaksanaan baik
pada tingkat pemerintah maupun pada tingkat penyelenggaraan agar investasi yang
telah dilakukan dapat termanfaatkan dengan berdaya guna dan berhasil guna bagi
berbagai komponen masyarakat, baik pendidikan, layanan kesehatan, pemerintahan
maupun kegiatan bisnis.
2. Aplikasi Telematika
Aplikasi telematika Indonesia terfokus pada pemberdayaan
aparatur negara, pemerkayaan hidup masyarakat (telemedik, telekarya,
pendidikan), penciptaan daya saing bisnis (perbankan,pos,pariwisata,manfaktur),
pembangunan informasi dasar dan aplikasi telematika perlu dilihat dari tatanan
kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan yang di manfaatkan masyarakat.
Dari sudut pandang kebijakan tampaknya belum terasa
perkembangan yang menonjol. Isu kelembagaan masih banyak diperbincangkan, UU
yang terkait dengan atau tentang telematika (cyber law) masih jauh dari
harapan. Beberapa aspek regulasi yang mendesak, misalnya pengaturan secure
transaction, public ke infrastructure registration authority, electronic
payment, certification authority masih belum dilaksanakan.
Namun, perhatian pada perlindungan hak kekayaan intelektual
semakin tinggi dan upaya untuk memantapkan regulasi semakin mendapat perhatian
dari berbagai pihak. Di lapangan dapat dicatat perkembangan yang menggembirakan
dengan semakin meluasnya homepage, berkembangnya aplikasi seperti E-commerce,
E-Banking, E-Brokerage, dan lain-lai.
Sektor pemerintah nampaknya berkembang lamban karena kendala
keuangan dan sumber daya manusia. Beberapa kelompok usaha seperti PT. Telkom,
Indosat, Lippo e nett, nampaknya semakin giat untuk mengejar ketertinggalan
masyarakat kita di bidang aplikasi. Aplikasi seperti E-government,
tele-education, telemedicine masih dalam taraf mula yang perlu di dorong
berbagai pihak.
3. Sumber Daya Telematika
Dalam bidang sumber daya , diarahkan pada pengembangan SDM,
industri dalam negeri, hukum dan perdagangan, serta kultur informasi. Secara
umum dirasakan bahwa SDM di dalam negeri belum memenuhi harapan untuk berperan
dalam pengembangan teknologi yang berubah begitu cepat.
Namun demikian, cukup banyak pula SDM Indonesia di bidang
telematika yang bekerja di luar negeri termasuk di sentra-sentra keunggulan.
Usaha berbagai pihak khusunya sector swasta, nampaknya cukup menggembirakan
antara lain dikembangkannya cyber campus seperti ITB, UPH, dan lain-lain. Yang
sangat memprihatinkan adalah pengembangan industri dalam negeri.
Walaupun berbagi konsep telah cukup lama di bicarakan
seperti Hightech Park di Bandung, Serpong dan lain-lain sampai saat ini belum
mencapai kemajuan berarti. Oleh karena itu perlu dikembangkan kebijaksanaan
nasional untuk mendorong berkembangnya industri dalam negeri di bidang
telematika antara lain sistem insentif.
Dalam mempromosikan visi N21, inisiasi perlu datang dari
pemerintah. Namun secara bertahap dan interaktif, visi ini perlu mengakomodasi
kebutuhan yang khas dari berbagai kelompok masyarakat maupun departemen. Untuk
itu keterlibatan berbagai kelompokmasyarakat dalam merumuskan dan mewujudkan
program-program telematika perlu ditumbuhkembangkan secara berangsur-angsur.
Hal ini pada gilirannya akan membatasi peranan pemerintah,
khususnya dalam hal pengadaan dan pengelolaan kandungan informasi. Control
informasi dari pemerintah justru dipandang sebagai faktor penghambat bagi upaya
penyejahteraan masyarakat melalui jejaring telekomunikasi.
Sumber Referensi: